
Arisunime — Sejak awal perjalanan kisah Private Tutor to the Duke’s Daughter (原題 Kōjo Denka no Kateikyōshi) karya Riku Nanano, karakter Stella Howard selalu digambarkan sebagai sosok yang tertutup dan cenderung menaruh keraguan terhadap kemampuannya sendiri.
Dalam episode 9 adaptasi anime-nya, terdapat adegan yang mencolok: Stella terkesan “dimarahi” atau “dihina” oleh versi masa kecilnya sendiri serta versi kecil Tina, yang tampak lebih unggul dalam hal kekuatan sihir. The Adegan ini bukan sekadar dramatis visual, melainkan membawa simbolik yang dalam — menggambarkan konflik batin Stella antara penyesalan masa lalu, rasa tidak percaya diri, dan iri terhadap pertumbuhan saudara perempuannya, Tina.
Pertama-tama, penting dipahami bahwa Stella telah lama hidup dengan beban harapan keluarga dan standar “keluarga Howard” yang kuat. Ia sejak kecil merasa “kurang” dibandingkan orang lain — terutama karena ia tidak bisa menggunakan sihir es yang identik dengan garis keluarganya, melainkan harus bergulat dengan kapasitas mana yang rendah.

Dalam narasi episode 9, Stella sedang mengalami kegelisahan ekstrem ketika ia menyaksikan Tina secara cepat melampaui dirinya dalam kemampuan sihir. Adegan di mana versi kecil Stella “mengomeli” versi Stella masa kini mencerminkan rasa bersalah, kekecewaan diri sendiri, serta pergumulan batin bahwa dia “seharusnya bisa lebih baik” bila dulu memilih tindakan berbeda.
Kedua, dengan menghadirkan versi kecil Tina, narasi menyiratkan bahwa Stella melihat rivalitas internal dan eksternal sekaligus: rival di masa lalu (versi kecil dirinya) dan rival di masa kini (Tina). Tina menjadi semacam “cermin” keberhasilan yang dibenci sekaligus dihormati Stella — karena Tina, lewat bantuan Allen dan kemajuan luar biasa, mulai menyalip Stella dalam dunia sihir.
Ini menciptakan konflik psikologis: Stella merasa kian tertinggal, tetapi juga bersalah karena merasakan kecemburuan terhadap adiknya sendiri. Versi kecil Tina yang “menertawakan” Stella adalah representasi internalisasi dari perasaan hina dan tertekan: Stella merasa dia sudah gagal sejak dulu, dan itu “ditertawakan” olehnya sendiri dalam ingatan.
Ketiga, adegan itu juga berfungsi sebagai pendorong perkembangan karakter. Dengan menghadapi bayangan masa lalu itu, Stella dipaksa untuk merenung, menyadari bahwa sikap menghakimi diri sendiri selama ini hanya memperparah ketidakpercayaannya. Dalam narasi adaptasi, Stella mencoba memanggil kuasa sihir es keluarga (summon ice wolf), tetapi gagal karena keterbatasan mana-nya yang dulu menjadi sumber frustrasi.
Dalam menghadapi bayangan masa kecilnya, ia menghadapi akar ketakutan dan rasa malu yang selama ini dipendam, dan dari sana dia mulai berproses untuk menerima kelemahan serta berusaha berkembang dengan caranya sendiri.
Singkatnya, Stella “melihat dirinya sendiri yang masih kecil dan Tina” bukan hanya karena adegan dramatis semata, melainkan sebagai manifestasi konflik internal: antara rasa bersalah, keterpurukan dalam ekspektasi keluarga, dan kecemburuan terhadap kemajuan Tina. Adegan itu menjadi titik refleksi agar Stella tidak hanya melawan musuh luar atau tantangan sihir, melainkan juga “musuh” terbesar dalam dirinya sendiri: rasa tidak percaya dan penilaian masa lalu.