
Arisunime — Di babak puncak My Hero Academia, konflik mencapai klimaks ketika All For One (AFO) kembali menguasai tubuh Tomura Shigaraki dan menghadapi Deku serta para pahlawan lainnya dalam duel pamungkas. Dalam pertarungan ini, bukan sekadar kekuatan fisik yang dipertaruhkan, tetapi juga makna dari warisan, penebusan, dan identitas diri.
Yang sebenarnya terjadi adalah bahwa para pahlawan merancang sebuah strategi berdasarkan pemahaman mendalam tentang Quirk AFO dan Shigaraki. Mereka membagi lawan agar tak saling mendukung, sementara U.A. diubah menjadi benteng terapung untuk menghindari daya hancur kekuatan Shigaraki (Decay) yang bisa menjalar ke mana-mana.
Saat pertempuran benar-benar meletus, Deku melakukan sesuatu yang sangat berisiko: dia mentransfer semua sisa kekuatan One For All, termasuk Quirk-Quirk para pemegang sebelumnya, ke dalam tubuh Shigaraki. Tujuannya bukan sekadar untuk melemahkan AFO secara fisik, tetapi menyerang “inti” kekuatan AFO dari dalam.
Serangan terakhir Deku, yang dilancarkan dengan kombinasi tenaga One For All dari “semua” wujud pendahulunya, membuat tubuh AFO yang dikendalikan Shigaraki perlahan-lahan hancur. Menurut rangkuman chapter 423, struktur tubuh AFO mulai retak karena regenerasinya sudah tak mampu mengimbanginya lagi.
Dalam momen kritis sebelum “kehancuran total”, AFO berusaha mempertahankan dirinya dengan menggunakan Quirk-Quirk yang tersisa dan mencoba mentransfer kesadarannya ke tubuh lain — bahkan mempertimbangkan Deku yang saat itu menjadi “penerima tanpa Quirk”. Namun, sebelum rencana itu terwujud, Kurogiri muncul di antara Deku dan AFO untuk melindungi Shigaraki; sayangnya, Dynamight (Bakugo) tiba-tiba menyerang dan mengeliminasi intervensi itu.
Sementara itu, di “alam vestige” (semacam ranah spiritual kesadaran para pemegang One For All), Yoichi Shigaraki dan embers (bekas semangat) pengguna One For All lainnya bangkit dan menyatu dengan Deku. Bersama-sama, mereka melancarkan serangan simbolis terakhir ke “vestige” AFO, menghancurkannya secara spiritual.
Saat semuanya mulai runtuh, kesadaran Shigaraki pun muncul kembali sebentar — dia menyadari bahwa dia hanyalah “anak kecil yang menangis”, seperti yang dikatakan Deku. Dalam detik-detik terakhir, Shigaraki mengatakan kepada Deku agar menyampaikan sesuatu kepada Spinner (salah satu rekan lamanya): “Tomura Shigaraki terus berjuang untuk menghancurkan … sampai akhir.” Namun, Deku menanggapi bahwa apa yang harus dihancurkan sebenarnya bukan hanya Shigaraki, melainkan juga “penyakit” yang merasuki dunia: kebencian, ketakutan, dan warisan destruktif AFO.
Akhirnya, tubuh Shigaraki — yang menjadi wadah AFO — hancur menjadi debu. Kedua entitas (AFO dan Shigaraki) lenyap: AFO dikalahkan secara permanen, dan Shigaraki juga “menghilang” bersama sisa Quirknya.
Secara tematis, pertarungan ini bukan hanya soal menghancurkan musuh, tetapi juga “mengenali dan menghancurkan warisan gelap” serta memberi kesempatan penebusan. Kohei Horikoshi, sang penulis, menyatakan bahwa di akhir ini ia ingin “menghapus label” yang membelenggu karakter—label “penjahat tak bisa ditebus” untuk Shigaraki, dan “pahlawan naif” untuk Deku.
Dengan begitu, pertarungan terakhir menjadi sangat personal: bukan hanya pertarungan fisik antara kekuatan besar, tetapi pertarungan hati antara harapan dan keputusasaan, di mana Deku berusaha menyelamatkan seseorang yang pernah dia anggap musuh sekaligus korban.***