
Arisunime — Dalam dunia otomotif dan energi, etanol (alkohol etil, C₂H₅OH) telah menjadi salah satu kandidat bahan bakar campuran (blends) yang populer untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil serta menurunkan emisi gas buang. Etanol sering dicampurkan ke dalam bensin dengan persentase tertentu (misalnya E10 berarti 10 % etanol, E20 berarti 20 % etanol, dan seterusnya). Karena sifat kimianya yang berbeda dari hidrokarbon murni, penggunaan etanol membawa beberapa keuntungan sekaligus tantangan teknis bagi mesin kendaraan.
Secara kimia, etanol berbeda dengan bensin dalam struktur molekulnya: etanol mengandung oksigen dan hidroksil (–OH), sedangkan bensin adalah campuran kompleks hidrokarbon (C dan H). Karena kandungan oksigennya, etanol membantu menyediakan oksigen tambahan selama proses pembakaran, yang berpotensi membuat reaksi pembakaran menjadi lebih sempurna dan mengurangi sebagian emisi seperti karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon tak terbakar (HC).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketika etanol dicampur pada level menengah (misalnya E10 hingga E30), output daya (torque dan tenaga) serta efisiensi termal mesin dapat meningkat dibandingkan bensin murni karena oktan (nilai hambatan terhadap detonasi) etanol lebih tinggi dan pembakaran lebih bersih. Sebagai contoh, studi “Effect of ethanol-gasoline blends on SI engine” menyebut bahwa peningkatan konsentrasi etanol bisa memperbaiki konsumsi bahan bakar spesifik dan efisiensi termal mesin.
Begitu pula review dalam A review on the effects of ethanol/gasoline fuel blends mencatat bahwa etanol dalam campuran bensin dapat menurunkan emisi CO dan HC..
Namun di sisi lain, etanol memiliki kekurangan yang tidak bisa diabaikan dalam aplikasi mesin kendaraan. Salah satu isu utama adalah bahwa nilai kalor (kalor pembakaran per satuan massa) etanol lebih rendah dibanding bensin murni, sehingga ketika mesin hanya mengandalkan campuran tinggi etanol, konsumsi volumetrik (jumlah bahan bakar yang dibakar per unit waktu) bisa meningkat agar output daya tetap sama. Studi “Effect of Different Ratios of Gasoline-Ethanol Blend Fuels” menunjukkan bahwa semakin tinggi persentase etanol, efisiensi energi menurun karena sifat kalor yang lebih rendah.
Di kondisi beban rendah, pembakaran etanol kadang kurang stabil atau kurang efisien, terutama pada mesin tanpa sistem kontrol bahan bakar modern. Beberapa studi simulasi menyarankan bahwa pada beban rendah, campuran etanol murni bisa menyebabkan emisi CO meningkat karena oksidasi tidak sempurna.
Masalah lain yang penting adalah sifat higroskopik (menyerap air) dan korosif dari etanol. Karena kemampuannya menyerap air dari udara, etanol bisa mencampur dengan air dalam sistem bahan bakar, menyebabkan korosi pada bagian logam, degradasi seal (segmen penyekat), serta pembentukan larutan asam yang dapat merusak komponen injeksi atau karburator. Studi simulasi menyebut bahwa sistem bahan bakar yang tidak tahan terhadap air/korosi akan lebih cepat rusak jika menggunakan campuran etanol tinggi.
Selain itu, pada suhu rendah, mesin dengan etanol dapat mengalami kesulitan cold start (start dingin), karena titik didih dan sifat penguapan etanol berbeda dari bensin biasa. Banyak literatur otomotif menyebut bahwa mobil lama atau mesin karburator berpotensi mengalami masalah lebih besar jika menggunakan kadar etanol tinggi dibandingkan mesin modern.
Dari sisi emisi udara, kehadiran etanol di dalam bensin cenderung menurunkan emisi gas CO dan hidrokarbon tidak terbakar karena pembakaran lebih lengkap. Beberapa penelitian juga menyebut bahwa penambahan etanol memungkinkan rasio kompresi mesin dinaikkan (tanpa risiko detonasi), yang bisa meningkatkan efisiensi termal keseluruhan.
Namun, ada ketidakpastian terhadap efeknya pada emisi nitrogen oksida (NOₓ). Beberapa studi mencatat bahwa suhu pembakaran yang lebih tinggi (karena oksigen lebih banyak) dapat meningkatkan pembentukan NOₓ, terutama pada kadar etanol sangat tinggi.
Secara keseluruhan, etanol sebagai bahan bakar atau aditif ke bensin punya sejumlah pengaruh positif maupun negatif terhadap mesin kendaraan. Pada kadar moderat (misalnya E10 hingga E20), banyak studi menyimpulkan manfaat bersih berupa performa sedikit lebih baik atau setidaknya sebanding, serta pengurangan emisi CO dan HC, dengan tantangan kendala teknis yang bisa ditangani oleh sistem bahan bakar modern dan material mesin tahan korosi.
Namun bila kadar etanol terlalu tinggi atau mesin tidak dirancang untuk menanganinya, potensi kerusakan, konsumsi lebih tinggi, serta emisi NOₓ bisa menjadi masalah nyata.